Senin, 17 November 2014

apa harus menjaga hati orang lain terus?

Pagi agen samar-samar, long time no see yaa, biasa sih kalau uda di pertengahan semester begini banyak banget tugasnya.
Uda lama kita gak berbagi cerita, saat ini terlalu banyak cerita yang harus saya ceritakan ke agen samar-samar semua sampai saya bingung harus mulai dari mana. Mungkin di cerita kali ini saya akan jelibet menceritakannya, jadi maaf-maaf sebelumnya yess.

Kadang berfikir apa yang harus kita lakukan di kehidupan sehari-hari agar kita bisa bahagia? Bahagia kali ini dalam konteks kita menikmati hidup dengan semau kita dan berharap orang disekeliling kita bisa bahagian dengan hal itu. Masih bingung ya? Iya perlahan kita bakal bahas ini bersama. Sebenarnya saat menulis ini, saya juga masih dalam keadaan bingung. Sebelum kita mulai dan bicara lebih dalam, jangan lupa mandi dulu sana, prepare buat sekolah, kuliah, kerja atau sekedar nonton tv di rumah.

Saat ini saya sedang memaknai hidup yang sebenarnya, pada pembahasan saya sebelum-sebelumnya saya sudah pernah bilang bahwa saya adalah remaja yang sedang memasuki fase dewasa. Apalagi umur saya yang sebentar lagi menginjak 19 tahun. Saya gak tau, apakah orang lain yang sudah dewasa kini, juga pernah mengalami hal yang sama seperti saya saat ini? Atau hanya saya saja yang terlalu berlebihan menjalani dan menikmati hidup? Sebenarnya tidak pernah ada wacana seperti ini, atau bahkan ada alinea sendiri yang sengaja saya buat unuk menuliskan cerita hidup saya begini. Maksudnya, dari awal, saya adalah orang yang cukup cuek untuk memikirkan hidup saya harus seperti apa arahnya. Tapi kini gatau, saat ini yang saya jalani adalah saya menjalani dan menikmati hidup, sama seperti hari-hari sebelumnya. Serta ada tambahan kalimat lagi, yaitu sekarang saya juga harus intropeksi diri, atau lebih tepatnya setelah sudah saya jalani dan saya rasakan, saya harus memikirkan yang sudah terjadi dan apa yang harus saya lakukan setelahnya. Kedengaran repot gak sih? Tapi begitulah cara saya menjalani hidup saat ini.

Ini saya dasari dalam lingkup hubungan saya dengan orang-orang disekeliling saya. Saya akan membicarakn beberapa orang yang sangat dekat dengan saya saat ini, tapi itu nanti.

Saat ini saya berfikir bahwa ketika kita bertindak kita harus memikirkan perasaan orang lain. Nah itu yang saya alami. Contohnya ketika ada seseorang yang ingin minta tolong kepada saya, 99% saya akan menolong dan menerima tawaran tersebut. Ini saya lakukan karena:
1. Saya rasa mampu mengerjakannya
2. Saya ingin belajar banyak hal
3. Saya tidak ingin mengecewakan orang lain
4. Saya tipe orang yang sulit berkata tidak ketika orang lain menginginkan saya melakukan sesuatu (dengan kata lain, positif bagi saya)
5. Dan masih banyak alasan yang lain, dan sulit untuk saya jelaskan.

Apa yang akan kamu lakukan ketika ada orang lain yang menyuruh kamu untuk melakukan sesuatu?
Seorang teman saya menjawab (sebut saja namanya ucok), "kalau aku sih, ketika aku sanggup akan aku iyakan, sanggup dalam arti luas, waktu aku, fisikku, sebagainya." Terus saya kembali bertanya, lantas kapan kamu menjawab tidak pada saat orang lain minta tolong dengan kamu? "Simple aja sih, kalau aku bakal menilai batas kemampuan ku. Sampai mana kemapuan ku, ketika kemampuan berkata, yah aku mampu, aku akan melakukannya, tapi kalau aku gak mampu, aku gak akan mengambil resiko yang besar, karena itu akan membuat kedua belah pihak jadi sama-sama gak enak. Saat aku nggak bisa melakukan hal yang diharapkan sesorang, saya akan menjelaskan saya tidak bisa, dan saya akan menjelaskan beberapa pertimbangan, dan alasan kenapa saya tidak bisa. Dan sebaliknya ketika saya memutuskan untuk mengiyakannya, saya juga harus menjelaskan kemampuan dan batas kemampuan saya kepada orang tersebut. Sulit emang, tapi bagi saya itulah yang harus saya lakukan, lebih baik sama-sama tau di awal, biar sama-sama enak ntarnya." Jelasnya panjang pada saya.

Tapi entahlah, kalau mendengar tanggapannya seoerti itu saya berfikir bahwa kalau saja semua remaja berfikir seperti itu apakah dunia akan aman? Karena saratnya yang saya ketahui saat ini adalah remaja hanya bertidank gegabah dan terlihat seperti mengiyakan segalanya tanpa ada pemikiran yang panjang saya sendiri juga seperti itu. Namun kadang yang menjadi pertimbangan saya adalah saya juga takut ketika harus bilang tidak dan membuat orang itu kecewa padahal nyatanya lebih baik kecewa didepan dari pada harus ada masalah dibelakang ketika kita harus memaksakan apa yang seharusnya tidak dipaksa.

Sulit??? Iya jelas sulit, sulit ketika kita menjadi orang apa adanya dan terkesan blakblakan diawal. Gengsi??? Iya mungkin salah satu faktornya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;