Rabu, 27 Desember 2017 2 komentar

Jatuh hati harus siap patah hati


Kemarin malam saya baru saja nonton film "Jomblo", Film ini merupakan adaptasi dari novel karya Adhitya Mulya dengan judul yang sama. DIsutradarai oleh Hanung Bramantyio oleh rumah produksi Falcon Pictures bekerja sama dengan dapur film. Film ini sudah saya tunggu cukup lama, mengingat film ini diperkasai oleh sutradara ternama, yang mana film-film biopiknya selalu sukses di pasaran. Hal menarik lainnya lagi, film ini merupakan remake dari film dengan judul yang sama dan juga disutradarai oleh orang yang sama pada tahun 2006. Bagi saya film ini menarik, karena saya melihat sang sutradara mencoba untuk terjun dalam "memakmurkan" film komedi Indonesia. Saya berharap agar film ini dapat diapresiasi dengan baik oleh masyarakat luas, mengingat belakangan ini minat masyarakat menonton film bioskop semakin meningkat. Base on pengalaman saya akhir-akhir ini, saya selalu menganti saat ingin mendapatkan tiket nonton di bioskop. Apalagi saat nonton di hari senin. heheheh :)

Saya gak akan review atau spoiller filmnya, tapi lebih ke pandangan saya terhadap konten filmnya, dan tulisan saya berikut ini terilhami dari film jomblo yang sudah saya tonton.

Saya takut jatuh hati (lagi) makanya saya memilih menjomblo. Keknya inituh sebuah kalimat yang sebenarnya cukup ngeselin untuk diucapkan. Sebenarnya gak susah sih jatuh hati sama seorang pria lagi? Toh di sekitar saya banyak orang yang menarik dan punya kelebihan, banyak orang-orang baik yang begitu mempesona, lantas kenapa jatuh hati itu begitu sulit untuk terjadi pada diri saya? Entah bener atau nggak mungkin sebagian dari kalian juga merasakan hal yang sama, yaitu semakin bertambah umur kita, semakin selective dalam menentukan sikap, termasuk juga menentukan jatuh hati kepada seseorang. 

Saya sempat mati rasa, sebenarnya bukan karena saya tidak pernah menjalin hubungan seperti mereka pada umumnya dan gak merasakan patah hati, malah ini terjadi karena saya pernah merasakan perasaan yang tadinya begitu indah lalu pada akhirnya terasa sakit bak di sayat pisau dapur. Terdengar cukup menggelitik, tapi sakitnya lebih sakit ketimbang di tusuk busur panas dan menancap tepat di jantung, karena setelah itu rasa sakit akan hilang karena kita langsung mati, jadi gak merasakan sakit yg perlahan-lahan tapi berkala dan terus hingga rasanya ingin menjatuhkan diri dari lantai 24. 

Lalu pertanyaan yang cukup besar, dan sudah seharusnya dipertanyakan adalah, SAMPAI KAPAN? Untuk saat ini pertanyaan itu sulit untuk dijawab. Perlu keberanian yang ekstra untuk membongkar benteng pertahanan, tapi bukan berati gak bisa. Hanya saja harus ada perkelahian bathin yang membuat sulit mengendalikan perasaan dan fikiran. Bahkan sulit mengidentifikasi keduanya.






Ketika mempunyai pengalaman, kita akan mencoba belajar dari pengalaman agar tidak jatuh ke lubang yang sama. Karena emang benar pepatah mengatakan "pengalaman adalah guru yang terbaik". Saya cukup berhatihati saat ini. Tapi entah kenapa, karena terlalu berhatihati sehingga muncul praduga-praduga yang membuat adanya perang bathin pada diri sendiri. Sulit untuk dipahami, tapi mungkin untuk yang mengalami hal yang sama pasti paham apa yang saya rasa. 
Melihat film "Jomblo" di atas. Saya menyaksikan seorang pria jomblo, pada akhirnya punya pasangan, dan lalu harus patah hati karena masalah yang saya anggap sepele.
Ketika itu saya beranggapan, semua emang indah di awal saja. Soalnya tuh cowok gombal segombal gombalnya waktu mereka pedekate, dia gercep banget buat pacaran ma cewenya, dia berharap bgt bisa pacaran ma tuh cewek. Masa-masa pedekate mereka bisa di bilang cukup bahagia, keduanya saling berbunga-bunga, gak ada tuh yg namanya bertepuk sebelah tangan. Segala cara dilakukan tuh cowok untuk buat cewe itu senang, tp pada akhirnya dia harus patah hati karena keadaan yang tibatiba berubah 350 derajat. Saat masa pacaran, hubungan mereka jadi membosankan. Ada banyak perselisihan yang gak bisa mereka hadapi dengan kepala dingin. Cowoknya itu kayak bosan sama sifat ceweknya yg over protective, sampai akhirnya ada pihak ketiga yang bikin nyaman. Alhasil selingkuhlah nih si cowok. Sampai akhirnya dia sadar bahwa pacarnya itu bener-bener tulus sama dia. 

Nah dari cerita itu uda jelas banget bahwa hubungan itu indah secara natural hanya di awal saja, setelahnya kita yang menentukan apakah akan terus dibuat menjadi indah atau malah sudahlah emang bukan jodohnya? 



Btw, ini latepost banget. Di tengah kesibukan nyelesaikan tugas akhir, saya sempatkan ngepost ini tulisan. Biar gak berasa sepi aja nih blog. Hehehe
 
;