Selasa, 31 Maret 2015

Espektasi - Realita

Kadang saya gak tau apa yang membuat saya kurang bersyukur, padahal tuhan begitu murahnya memberikan apa yang saya butuhkan, kebahagian, pendidikan, barang-barang mewah, yang saya yakin masih banyak orang yang tidak sebegitu beruntung seperti saya. Kadang saya merasa sedih ketika sendiri melanda karena jauh dari keluarga yang berada di pulau sebrang sana, saya sedih, menangis terisak-isak sampai mata ini berubah seperti disengat lebah. Namun setelahnya saya harus sadar bahwa apa yang saya tangisi? apakah dengan terus-terus menangis akan merubah keadaan dan membuat saya tiba-tiba akan ketemu sama keluarga saya yang bakal membuat tangis menjadi canda dan tawa??? apakah itu akan terjadi? TIDAK!!! tangis hanya luapan rasa yang berlebihan dan tidak bisa disampaikan kepada orang lain sehingga tidak sanggup untuk merasakannya sendiri akhirnya hanya air mata yang harus jatuh dipipi. Saya sadar keputusan untuk merantau jauh dar keluarga adalah pilihan saya yang sudah saya fikirkan sematang-matangnya.


Tapi espektasi gak selamanya sesuai dengan realita, jadi sebelumnya waktu saya masih sekolah saya emang uda ngincer beberapa universitas ataupun institut yang salah satunya sekarang menjadi kampus tempat saya menghabiskan sebagian waktu saya untuk serius belajar. Oke jadi dulu ada beberapa Jurusan yang saya incar yaitu, Psikologi, Arsitek, DKV, dan Televisi. Tuhan terus memberikan jalannya kepada saya untuk mencapai salah satu jurusan yang saya mau tersebut. emang gak mudah sih, pasti sudah banyak lika-liku yang dijalani, salah satunya tidak lulus di SNMPTN, gak masuk verifikasi untuk wawancara dan lain sebagainya. Tapi saat itu saya terus berusaha dan berdoa pastinya agar selalu diberikan yang terbaik dan menjadi mula untuk mencapai kesuksesan, dan akhirnya dengan perjalanan yang cukup panjang, saya diterima di institut negeri yang diimpikan. Betapa bersyukurnya saya saat itu, tuhan menjawab apa yang saya harapkan. 

"Ya allah ini pinta saya, saya sangat berharap untuk dapat lulus di ISI Yogya 2013. Saya nggak tau mana jalan terbaikMu untuk saya, tapi yang jelas saya ingin membanggakan orang tua saya sekarang dan selamanya. Saya juga ndak tau apa dibalik kegagalan saya kemarin, saya gagal mengikuti ujian jalur khusus ISI, saya gagal mengikuti SNMPTN ITB, namun saya berusaha untuk selalu optimis dan bersyukur. Namun kadang saya berfikir kenapa orang lain bisa lebih beruntung dari saya. Saya juga ingin bahagia dengan apa yang saya inginkan, tuhan. Saya serahkan semua padaMu, sekarang saya berharap saya lulus S1 Televisi Reguler ISI 2013-Amin"

Kutipan diatas adalah isi dari memo saya yang saya tulis di HP pada tanggal 29 Mei 2013.  Dari memo tersebut saya sadar betapa memohonnya saya kepada tuhan agar mendapatkan yang terbaik untuk saya, dan kala itu mungkin dalam fikiran saya, yang terbaik adalah saya bahagia dengan pilihan saya yang sudah diimpi-impikan sebelumya dan betapa berharapnya saya agar dapat kuliah di luar kota, yaitu Yogyakarta.

Saat itu dengan perasaan yang sangat menggebu-gebu saya selalu mencari tau tentang info penerimaan mahasiswa baru dari searching di internet sampai tanya-tanya senior yang sudah kuliah di ISI, dan mungkin saat itu senior saya juga bosan kali ya dengan seribu pertanyaan dari saya yang terus diutarakan kepadanya. hahaha karena saya yakin saat itu niat saya untuk kuliah di Jogja sangat besar dan sudah menjadi keyakinan yang bulatlatlat.

Apalagi gak begitu sulit buat saya untuk meyakini orang tua saya agar saya dapat merantau jauh dari rumah walaupun kalau ayah bilang saya termasuk anak yang manja. Namun orang tua saya yang berpendirian bahwa akan selalu mensupport anak-anaknya untuk melakukan hal-hal yang positif apalagi hal tersebut dilakukan untuk menunjang kesuksesan dan cita-cita sang anak. saat itu kedua orang tua saya haya berpesan, "Fanni belajar yang tekun dan selalu berdoa agar mama sama ayah selalu diberi kesehatan dan rezeki biar fanni bisa kuliah di sana." Yup, saya emang bukan anak dari orang tua yang memiliki harta kekayaan yang melimpah, namun bagi orang tua saya pendidikan adalah salah satu hal yang terpenting yang harus diberikan kepada anak, jadi orang tua saya terus berusaha agar saya bisa kuliah ditempat yang saya inginkan. Karena dari pengalaman sekitar saya, banyak teman-teman saya yang ingin dapat kuliah di luar kota, sama halnya seperti saya, namun mereka tidak mendapat izin dari orang tua mereka, bukan karena alasan orang tua mereka tidak mampu, namun mereka tidak mendapat izin untuk dapat merantau jauh dari rumah oleh orang tua mereka. Ayah saya juga pernah berkata, "Ayah ngasi kepercayaan buat fanni biar bisa sekolah dengan sebaik-baiknya sampai harus merantau, ayah selalu support hal positiv yang dilakukan anak-anak Ayah, Ayah selalu percaya dengan apa yang kalian lakukan, tapi ingat jagalah kepercayaan Ayah dan Mama, sekali saja kalian membuat Ayah dan Mama kecewa, akan sulit untuk mengembalikan kepercayaan tersebut." Karena Ayah juga pernah cerita bahwa beberapa anak dari teman Ayah nggak bisa membuat orang tuanya bangga, bahkan mereka yang memiliki uang berlebih sampai harus menyekolahkan anaknya di tempat yang ternama tidak dapat dibalas dengan kebaikan sama sang anak. Ini adalah salah satu contoh kebalikan dari cerita diatas, ada orang tua yang memperbolehkan anaknya untuk kuliah kemanapun ia inginkan dan sudah pasti ada biaya yang disediakan, tapi ternyata sang anak tidak mengindahkan hal tersebut. Apa yang terjadi, bagi saya semua emang harus seimbang, kemauan sang anak dan kemampuan orang tua, begitu juga sebaliknya.

Nah cukup adil bukan?? bagi saya, tuhan telah mengabulkan permintaan saya saat itu, dari situ pula saya terus berusaha untuk memberikan yang terbaik dan berusaha untuk membuat orang tua saya tidak kecewa apalagi sampai meneteskan air mata karena kesalahan saya. Saya terus berusaha melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan, saya belajar, terus berlatih, membaca banyak hal dan yang pasti untuk terus berusaha bersyukur. Karena bagi saya saat itu, hanya dengan mensyukuri nikmat yang ada supaya bisa menghasilkan kebahagiaan yang sempurna. Saya mensyukuri nikmat itu saya bisa kuliah dengan naik sepeda walaupun beberapa kali selalu terjadi masalah dengan sepeda saya dari bannya bocor, sampai jari-jarinya longgar karena saat pertama kali saya masuk kuliah masih banyak tuh anak-anak yang pergi kuliah dengan jalan kaki. Karena saat itu ibu saya hanya sanggup untuk membelikan saya sepeda supaya ke kampusnya bisa lebih cepat dan kalau mau makan dan lainnya gak perlu jalan sendirian.

Saya sangat menikmati hari-hari saya, walaupun saat itu saya belum terlalu banyak memiliki teman dan tau beberapa senior. Saat saya merasa sepi saya mencoba untuk menghibur diri dengan nonton tv, nonton film, nulis naskah, nulis blog, ikut shooting, datang ke kegiatan kampus, sampai jalan-jalan keliling bantul naik sepeda sendirian (sepeda saya bukan sepeda gunung ataupun sepeda lipat yang kini dipakai sama anak-anak remaja, sepeda saya biasanya disebut sepeda mini).

Lambat laun sebagai makhluk yang tidak pernah puas, saya pun mengeluh dengan keadaan, aktifitas yang banyak dan padat dari beberapa organisasi yang saya ikuti dikampus, ngerjai tugas, shooting sampingan, sampai freelance membuat saya terus dikejar oleh waktu. Saya merasa sudah sedikit capek bila terus-terusan pergi ketempat yang jauh dengan mengayuh sepeda. Sampai pada saat itu saya ikut projectan shooting dan saya adalah satu-satunya mahasiswa 2013 yang ikut dalam shooting tersebut, oke mau gak mau saya harus mandiri karena saya termasuk tipe orang yang sungkan untuk minta tolong sama orang lain, takut menyusahkan soalnya. Jadi saat itu kita harus shooting dijalan Bantul (lumayan jauh sih dari kos saya dulu), karena saat itu konteksnya adalah pekerjaan, otomatis saya dituntut untuk profesional dong ya, saya pikir saya harus mandiri untuk datang ke lokasi shooting sendiri dan gak minta jemput, saya rasa terlalu manja sekali saya sehingga harus minta jemput, lagian saya masih punya sepeda dan bisa pergi sendirian. Saat itu seperti biasa shooting kan gak ingat waktu kan ya, sampai pulang malam, dan saya naik sepeda sendiri dari basecamp tempat evaluasi, dan jalannya itu sepi banget, kanan kiri nya sawah dan saya yang penakut ini harus memberanikan diri untuk naik sepeda pulang ke kosan dengan suges takut tiba-tiba ada seseorang yang duduk di boncengan belakang sepeda saya. Dari situ saya merasa sepertinya butuh motor deh, tapi gakgak, gak boleh ngeluh harus tetap dijalanni, gak boleh manja.

Tapi gatau kenapa semakin kesini dan semakin kesini kadang rasa kangen itu gak bisa dibendung lagi, apalagi saat merasa sendiri dan hanya ingin sendiri yang ada bukannya ingin mencari kesenangan hati tapi kini lebih milih untuk intropeksi diri apakah diri ini sudah cukup berarti untuk keluarga disana yang menanti??? Merekalah penyemangat dan yang selalu membuah saya kuat, mereka yang selalu berbuat saat sakit merindu itu kumat, mereka memberikan celoteh canda tawa, apalagi ayah yang selalu memberikan wejangan penggairah untuk jauh dari rumah dan mencapai cita-cita. Mereka adalah orang-orang yang dengan tulus tanpa pamri menyayangi dan selalu ada dalam hati. tapi apakah mereka sesempurna ini? tidak, mereka sama seperti manusia lain, yang membedakan hanya posisi mereka bagi saya yang sangat membutuhkan mereka.

Sampai sekarang saya sudah menjalani sampai semester 4 atau tahun kedua, saya rasa merantau itu bukan hal yang sulit dan pahit tapi bagaimana cara untuk terus fokus dan bertahan dari putaran roda yang yakinlah bakal terus berputar. Suka duka sudah pasti saya dan semua orang rasakan, masih banyak cerita yang pastinya selalu menjadi pelajaran bagi saya, namun kini selalu berusaha mensyukuri nikmat tuhan inilah yang menjadi pelajaran yang sangat besar untuk saya jalani.

Semua harus tetap dijalani, siapa suruh memilih keadaan ini??? semua sudah menjadi takdiri diri, bahagia itu hanya menyukuri nikmat illahi, dan berjanji sukses ini hanya untuk mereka yang ada untuk hidup ini. 

0 komentar:

Posting Komentar

 
;