Jumat, 23 Oktober 2015

TRAGEDI LAWU OKTOBER 2015

ALLAH SAVE MY LIFE......

Mungkin sebelum saya cerita tentang pengalaman hebat dan tak terlupakan ini,terlebih dahulu saya mau bagiin foto beberapa jam sebelum tragedi ini terjadi.


Gatau gimana bersyukurnya saya saat ini, kejadian itu terjadi seminggu lalu, tepatnya 18 Oktober 2015. saat itu saya dan kedua teman saya, Irvan dan kak Vita hendak turun dari pendakian kami di puncak Gunung Lawu, sekitar 5 jam sudah kami berjalan dari puncak ke bawah, tujuan kami adalah pos 2 dimana beberapa teman lainnya, yaitu mbak Susi, mas Sholeh (Pacar mbak Susi) dan bang Ragil (temen mas Soleh) menunggu di tenda. Jadi sebelum sampai di pos 2, dari puncak kami harus melewati pos 4, pos 3, pos bayangan, lalu pos 2. Saat itu sekitar jam setengah 8 malam, saya sih gak ngeliat jam tapi seingat saya sebelumnya saya mendengar suara adzan isya, saya melihat beberapa pendaki yang samar jumlahnya karena mereka berjalan di gelapnya hutan mengarah keatas, belum kami berpapasan dengan mereka dari jauh salah satu pendaki tersebut bilang, "mas, mbak naik aja lagi, gak bisa turun, pos 2 kebakaran.!", sontak saya terkejut dan lalu khawatir dengan beberapa teman kami yang ada di pos 2, lalu Irvan bertanya, "terus orang-orang yang ngecamp disana gimana mas?", dengan suara yang cukup keras masnya bilang, "wah kita gatau kelanjutan pastinya mas. uda sekarang kta naik lagi aja dulu ngumpul di pos bayangan," saya merasa panik dan entah kenapa saat itu langsun ada sinya dan ada 3 sms masuk, dari ayah, ibu dan adik saya, sms mereka semuanya sama, menanyakan keberadaan saya. sontak saya panik, ketika dalam keadaan tersebut dan keluarga saya juga bertanya tentang keberadaan saya. saya bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi??? tidak lama saya membaca sms, telfon dari ayah saya masuk, saya cuma mendengar suara Ayah yang lagi-lagi bertanya keberadaan saya, namun suara Ayah semakin lama semakin menghilang, karena saya terus berjalan menuju pos bayangan/ saya cuma bisa menjawab telfon dari Ayah saya, "Yah, ini fanni, kenapa yah, fanni gak bisa turun gunung, soalnya dibawah kebakaran." dan saya gatau apakaha Ayah saya saat itu bisa mendengar perkataan saay tersebut karena kemudian telfon mati karena gak ada sinyal.

Saya panik, dan semakin sering membacakan surat alfatihah dalam hati saya, saat itu fikiran saya uda ntah kemana-mana, sempat saya berfikir apakah saya akan tewas disana, dalam ketakutan saya terus berharap kepada-Nya, ya Allah selamatkan saya, selamatkan kami, lindungilah kami.

Sesampai di pos bayangan, ada seorang pendaki yang menyuruh untuk duduk, dan menenangkan diri masing-masing. Lalu dengan pelan ia menjelaskan tentang keadaan tersebut, pendengaran saya samar saat itu, tidak terlalu focus dengan apa yang mereka bicarakan karena saya focus mengutak atik hp saya agar mendapat sinyal dan bias menghubungi keluarga saya, namun karena sinyal tidak menjangkau tempat kami, sayapun urung menghubungi keluarga saya. Perasaan saya saat itu merasa bahwa keluarga saya sepertinya sudah tau apa yang terjadi di Gunung Lawu dan sudah pasti mereka sangat mengkhawatirkan saya. Kepanikan saya sempat semakin terlihat ketika ada seorang pendaki yang memberikan saran untuk kita segera pergi ke pos 3, karena di sana lebih aman soalnya rumput-rumput disana sudah pernah terbakar jadi sedikit kemungkinan untuk terbakar lagi. Namun pendaki lain mencoba untuk menjelaskan kembali kepada pendaki tersebut bahwa kita harus menunggu di sini, karena tadi instruksi dari bawah menyuruh kita menunggu di pos bayangan. Sontak perdebatan tersebut membuat saya panik, Belum lagi kalaupun harus terbagi kedalam 2 kelompok, yang satu pergi ke pos 3 dan kelompok lainnya tetap menuggu di pos bayangan, saya gak tahu harus milih kelompok yang mana, soalnya kalaulah harus naik ke pos 3 lagi saya merasa sudah tidak punya tenaga yang cukup, karena medan dan tempatnya cukup jauh, lagian saat itu air minum sudah mau habis, tapi kalau saya tetap di pos bayangan gimana kalau api terus menjalar ketempat kami, karena dari tempat kami berkumpul itu terlihat pembedaran cahaya dari api. Pendaki yang tadi memberi masukan untuk ke pos 3 terus memberikan saran untuk 3 semua namun pendaki lainnya tidak sependapat dengan orang tersebut, saya sih merasa wajarlah masnya tersebut, berulang kali berusaha untuk memberikan masukan agar menyelamatkan kita karena saat itu dia mendaki dengan anak laki-lakinya berumur sekitar 8-10 tahun. umur yang cukup muda untuk medaki gunung sekelas lawu.

Oke, back to topik, saya terus mencoba menghubungi keluarga saya, tapi gaga, hawa yang cukup dingin membuat imaginasi saya saat itu bermain, saya berharap Ayah saya datang dengan membawa helikopter, karena saat itu saya teringat saat kejadian tsunami 2006 silam ayah pergi dengan saudara saya naik helikopter untuk mencari saudara saya yang hilang. Belum lagi saya teringat dengan salah satu film yang berjudul …… dimana seorang anak perempuan berlibur mengunjungi gunung …….  bersama ibunya karena saat itu Ayahnya harus bertemu dengan mitra kerjanya, ada adegan dimana Ayahnya tidak bisa menghubungi anak dan istrinya tersebut yang sedang terjebak dalam tragedy gunung meletus, namun dengan insting seorang Ayah ia menemukan keluarganya tersebut dengan menggunakan helicopter, gatau kenapa saya berharap, Ayah akan datang dengan membawa helicopter lalu menyelamatkan kami semua, lalu logika saya berperang dengan imajinasi saya, berapa lama Ayah akan sampai di tempat itu, belum-belum kami telah terpanggang sampai Ayah datang. Saya masih dalam keadaan takut, saat itu saya merasa tidak siap untuk berhadapan dengan hal terburuk sekalipun, saya mencoba mendekati kak Vita dan memeluknya, saya mensuges diri saya sendiri bahwa semuanya akan aman dan baik-baik saja.

Kami semua mencoba untuk menghubungi teman-teman kami yang sudah ada dibawah dan juga orang-orang yang ada bascam, namun gagal karena gak ada sinyal. Singkat cerita ada seorang pendaki yang pergi mencari sinyal dan akhirnya ia dapat menghubungi orang-orang yang ada di bascam, lalu kami mendapat instruksi untuk turun dengan berhati-hati dan terus waspada tentu saja menggunakan masker agar tidak terhirup asap. Saya hanya pasrah saat itu dan mengikuti instruksi dari mereka, perjalanan dipimpin oleh seorang pendaki laki-laki yang sepertinya dia sudah biasa mendaki. Saya cuma bisa berdoa dan terus berdoa dalam setiap langkah saya, harapan saya hanya ingin segera menghubungi keluarga saya dan memberitakan bahwa saya dalam keadaan selamat dan sehat walafiat.

Saya gak begitu ingat berapa lama perjalanan kami sampai di pos 2, kemungkinan sih sekitar 1-2 jam, saya juga gak begitu ingat karena saat itu saya cuma berfikir harus langsung sampai di bascam dan langsung makan, soalnya saya laper banget, dan angan saya dari puncak kebawah itu saya membayang begitu sampai cam yang ada di pos 2 saya langsung makan dan bisa istrirahat sejenak lalu langsung turun dan balik ke Jogja, namun ternyata saat saya sampai di pos 2 bukanlahh makanan yang saya dapatkan, saya melihat pos 2 sudah sepi tanpa seorang pun berada di sana, dan mata saya dengan jelas melihat api yang membawa di atas kami, saya gatau itu ada dibagian mata angin mana dari pos 2 yang jelas kalau kita mengarah kebawah api ada di kiri jalan. kami beristirahat sejenak di pos 2, saya duduk mengarah di sumber kebakarab sambil meluruskan kaki, dan minta minum sama Irvan, soalnya yang bawa tas isi kebutuhan logistik kami bertiga itu is Irvan. Hati saya rasanya terus cemas dan ingin berkata, "ayo dong buruan kita turun." tapi itu cuma bisa saya ucapkan dalam hati, karena saya masih melihat teman-teman yang lain beristirahat sejenak, saya gak bisa memaksakan kehendak saya karena saya disana tidak sendirian. Tapi sebenarnya saya juga capek tapi capeknya itu ketutup sama rasa takut, dan keinginan saya untuk langsung sampai di bascam. sekitar 10 menit berhenti ketua regu melanjutkan memimpin barisan, saat itu hp saya lowbet saya gapunya alat penerangan, soalnya dari kami bertiga, saya, irvan dan kak vita kita cuma punya 2 senter, soalnya senternya kak vita ditinggal di cam, saya jalan dengan cahaya kecil dari kak vita yang menerangi jalan saya dari belakang sambil memegang tangan kak Vita dari belakang, sampai akhirnya pendaki lainnya mungkin kasihan melihat saya dan memberikan hpnya sebagai penerangan saya, saya bener-bener berterima kasih sama masnya yang uda minjemin hpnya kesaya, "makasih banyak loh ya mas."

Singkat cerita sampailah kami di cam 1, kamipun beristirahat kembali, hati saya semakin gak tenang saat melihat ternyata api telah menjalar dengan cepat dan mengarah ke kami, karena saat itu angin berhembus dengan kencang. saya semakin takut, rasanya saya ingin sekali langsung turun kebawah, tapi tidak mungkin saya meninggalkan teman-teman pendaki lainnya, saya juga gak ngebayain kalau saya jalan sendirian dan tak tau arah jalan pulang. kami semakin tidak beranjak saat ada seorang pendaki cowok yang tidak sanggup lagi berjalan, dia memutuskan untuk tinggal beristirahat disana dan berharap kami meninggalnya, namun mungkin gak semudah itu dong ya, kita berada dalam 1 posisi yang mengkhawatirkan bersama, kita berusaha untuk selamat bersama. ketua tim yang berada di paling depan merasa sangat berat kalau harus meninggalkan temannya itu, ya dong saya juga kalau diposisi mereka gak akan mau meninggalkan teman saya juga. dan akhirnya dengan memotivasi pendaki tersebut akhirnya kami berjalan lagi dengan formasi full, semua pendaki yang terjebak ikut turun, dan api lagi-lagi terlihat semakin mendekat. Saya membagi fikiran saya untuk fokus ke medan yang ada dan sesekali melihat api yang terus berkobar.

Saya merasa perjalanan menuju bascam sangat jauh, saya merasa tenaga saya sudah terkuras habis. Karena merasa perjalanan itu sangatlah jauh dan tidak sampai-sampai beberapa kali saya mengingat bagaimana perjalanan saya pada malam hari saat kami naik ke atas, saya mengingat beberapa tanda saat saya naik dan berkata pada diri sendiri, "oh ini yang kemarin, uda deket lagi kok." dan itu terus saya lakukan, tapi perjalanan emang terasa lamaaaa banget. Karena tenaga yang uda terkuras banyak, beberapa kali saya terjatuh karena medan yang turun tersebut. Perasaan untuk cepat-cepat sampai di basecamp semakin menggebu tatkala hasrat ingin pipis terus melanda, saya uda kepikiran buat pipis di celana, karena uda gak tahan lagi. Bayangin aja saya nahan sesak pipis itu dari saya di puncak, gimana rasa sakit yang saya rasakan ? Tapi seperti yang uda saya katakan, semua rasa sakit seolah musnah ketika rasa takut dan cepat-cepat ini turun lebih mendominasi, tapi karena diakhir perjalanan terasa sangat jauh, menit-menit menuju basecamp itu adalah menit-menit yang saya rasa jarum jam berputar dengan lambat seperti kehabisan baterai.
Dengan perasaan yang campur aduk, akhirnya saya sampai di anak tangga terakhir, tanpa berfikir lama saya langsung menuju kamar mandi, terdengar suara samar yang bertanya, “fanni maba? Fanni mana? Saya gak begitu memperdulikan suara tersebut, saya Cuma mau mengeluarkan yang seharus sudah keluar dari tadi.
to be continue dulu ya..............


0 komentar:

Posting Komentar

 
;